Untaian Kata

Salam - salam

Assalamu'alaikum para pengunjung yang budiman....Semoga Blog ini bermanfaat

Selasa, 21 Desember 2010

Rahasia Menuju Bisnis yang Sukses Model Rasulullah SAW

SUKSES ALA RASULULLAH SAW


Ba'da tahmid dan sholawat kepada Rasulullah Sallahu'alaihi wassalama.

Sahabat, dalam hal apapun Rasulullah memang tidak ada duanya. Beliau selalu menjadi contoh dalam berbagai aspek. Salah satunya adalah aspek bisnis yang digeluti beliau lebih lama dari masa Kenabiannya. Modal yang beliau miliki semenjak beliau kecil sampai beliau melakukan ekspansi keluar negeri dalam usia yang relatif muda adalah sebagai berikut.
BEKERJA = IBADAH, karena bekerja merupakan perintah dari Allah Subhanahu Wa ta'ala.
"Bekerjalah kamu maka Allah dan Para Malaikat serta orang-orang beriman Melihat pekerjaanmu."
JUJUR & DAPAT DIPERCAYA, karena kejujuran adalah modal yang sangat penting dalam hal apapun, terutama dalam hal bisnis. Bisnis yang tidak dilakukan dengan kejujuran, maka tidak mendatangkan keberkahan.
BERFIKIR VISIONER, KREATIF DAN SIAP MENGHADAPI PERUBAHAN, Berfikir Visioner, kreatif dan siap menghadapi perubahan atau Agen of change dalam dunia bisnis sangat diperlukan untuk mudah bersaing secara sehat dengan pihak luar. karena seorang pebisnis harus dapat melihat peluang ke depan seperti apa, agar dapat mengatisipasi perubahan zaman yang semakin pesat.

PERENCANAAN & MEMILIKI TUJUAN YANG JELAS, seorang pebisnis harus memiliki goals yang jelas. agar bekerjanya fokus terhadap tujuan.

PERHATIAN TERHADAP KARYAWAN, Seorang atasan harus memiliki sifat peduli terhadap bawaan. karena dengan peduli terhadap mereka berarti telah menghargai hasil kerja mereka. bahkan Rasulullah SAW bersabda "Bayarlah upah mereka (buruh) sebelum keringat mereka kering" (Al-Hadits)
BEKERJA DENGAN CERDAS, seorang pebisnis tidak bisa hanya mengandalkan kerja keras, tetapi juga kerja keras. 
MENGEMBANGKAN SINERGISITAS. (Bekerja dengan team lebih baik daripada menjadi seorang super man. kalau kita bersinergi, pekerjaan akan semakin ringan. dan sukses bersama lebih baik dari pada sukses sendiri. oleh karena itu Rasulullah mengajarkan untuk membangun teamwork, agar terjalin kerjasama dengan baik.

BEKERJA DENGAN PENUH CINTA, semakin kita mencintai pekerjaan kita maka semakin mudah kita melakukan pekerjaan tersebut.
BERSYUKUR, Dengan bersyukur akan menambah nikmat dalam usaha yang sedang kita jalani,berapa pun yang kita dapat maka syukurilah.

BERDAMPAK MANFAAT BAGI ORANG LAIN. "Khairunnas anfauhum linnas, Sebaik-baik kalian adalah yang paling bermanfaat untuk orang lain"Setidak-tidaknya point-point tersebut di atas yang dapat kita kaji dari perilaku Rasulullah dalam mencapai kesuksesan dalam bisnisnya. Tidak diragukan lagi bahwa bisnis yang dikembangkan oleh Muhammad Rasulullah endingnya adalah kesuksesan, bagaimana tidak, meski beliau berlatar belakang bukan dari keluarga kaya dalam hal materi, bahkan beliau dilahirkan dalam keadaan yatim. Namun tidak demikian akhirnya, beliau awali karir bisnisnya dengan mengembalakan ternak milik orang lain, lalu melalui visi, perencanaan, serta kejujurannya beliau sampai mampu bersinergi dengan para investor besar, sehingga pengembang bisnis yang beliau jalankan sungguh luar biasa.

Patutlah kita mencotoh beliau dalam berperilaku bisnis, dan insya Allah kesuksesan akan menanti di depan.

Dan yang terpenting lagi adalah tidak lupa akan factor x, yaitu hubungan kita dengan sang Maha Pencipta, Sang Maha Pemelihara, karena keridlaan-Nya adalah kesuksesan terbesar bagi kehidupan kita.

Bersyukurlah atas segala yang kita raih, karena dengan bersyukur Allah akan melipatgandakan hasil yang kita raih, hindarilah dari kekufuran atas nikmat yang telah Allah berikan, semakin kita kufur, semakin jauh pula kita dari limpahan rahmat Allah. Wallahu'alam
diposting dari berbagai sumber.
Selengkapnya...

Minggu, 05 Desember 2010

Selengkapnya...

Bersikap Obyektif terhadap Bisnis MLM

Bisnis Dengan Sistem MLM

Oleh: Tim dakwatuna.com


dakwatuna.com – Semua bisnis termasuk yang menggunakan sistem MLM
dalam literatur syariah Islam pada dasarnya termasuk kategori muamalah
yang dibahas dalam bab Al-Muyu’ (Jual-beli). Hukum asalnya boleh.
Berdasarkan kaidah fiqih (al-ashu fil asy-ya’ al-ibahah; hukum asal
segala sesuatu -termasuk muamalah- adalah boleh) selama bisnis
tersebut bebas dari unsur-unsur haram seperti riba (sistem bunga),
gharar (tipuan), dharar (bahaya) dan jahalah (ketidakjelasan), zhulm
(merugikan hak orang lain). Selain itu, barang atau jasa yang
dibisniskan adalah halal. (Al-Baqarah: 29, Al-A’raf: 32, Al-An’am:
145, 151, lihat: Al-Burnu, Al-Wajiz fi Idhah Qawa’id Al-Fiqh, hal.
191, 197, Asy-Syaukani, Irsyadul Fuhul, hal. 286, As-Suyuthi,
Al-Asybah wan Nadzair, hal.60)Allah swt. berfirman, “Allah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Al-Baqarah: 275),
“Tolong menolonglah atas kebaikan dan takwa dan jangan tolong menolong
atas dosa dan permusuhan.” (Al-Maidah: 2) Sabda Rasulullah saw,
“Perdagangan itu atas dasar sama-sama ridha.” (H.R. Al-Baihaqi dan
Ibnu Majah), “Umat Islam terikat dengan persyaratan yang mereka
buka.”(H.R. Ahmad, Abu Daud, Hakim) Persoalan bisnis MLM yang ditanyakan hukum halal-haram maupun status
syubhatnya tidak bisa dipukul rata. Tidak dapat ditentukan oleh masuk
tidaknya perusahaan itu dalam keanggotaan APLI (Asosiasi Penjual
Langsung Indonesia), juga tidak dapat dimonopoli oleh pengakuan
sepihak sebagai perusahaan MLM Syariah atau bukan. Melainkan,
tergantung sejauh mana prakteknya setelah dikaji dan dinilai sesuai
syariah. Menurut catatan APLI, saat ini terdapat sekitar 200-an
perusahaan yang menggunakan sistem MLM dan masing-masing memiliki
karakteristik, spesifikasi, pola, sistem dan model tersendiri.
Sehingga, untuk menilai satu per satu perusahaan MLM sangat sulit
sekali.

Sejak masuk ke Indonesia pada sekitar tahun 80-an, jaringan bisnis
Penjualan Langsung (Direct Selling) MLM terus marak dan subur
menjamur. Model bisnis ini pun kian berkembang setelah adanya badai
krisis moneter dan ekonomi. Pemain yang terjun di dunia MLM
memanfaatkan momentum dan situasi krisis untuk menawarkan solusi
bisnis bagi pemain asing maupun lokal. Yang sering disebut masyarakat
misalnya CNI, Amway, Avon, Tupperware, Sun Chlorella, DXN dan Propolis
Gold serta yang berlabel syariah atau Islam. Meskipun sampai saat ini,
Dewan Syariah Nasional – MUI baru menyiapkan sistem, mekanisme dan
kriteria untuk penerbitan sertifikasi bisnis syariah termasuk MLM,
yaitu seperti Ahad Net, Kamyabi-Net, Persada Network dan lain-lain.

Praktek bisnis MLM banyak diminati kalangan di antaranya karena jumlah
penduduk Indonesia yang sangat besar mencapai 200 juta jiwa.
Bayangkan, kalau rata-rata minimal belanja per bulan Rp 10 ribu per
jiwa, akan terjadi transaksi dan perputaran uang sejumlah Rp.2 trilyun
per bulan.

Bisnis MLM ini dalam kajian fikih kontemporer dapat ditinjau dari dua
aspek: produk barang atau jasa yang dijual dan cara atau sistem
penjualannya (selling/ marketing). Mengenai produk barang yang dijual,
apakah halal atau haram tergantung kandungannya. Apakah terdapat
sesuatu yang diharamkan Allah menurut kesepakatan (ijma’) ulama atau
tidak, begitu pula jasa yang dijual. Unsur babi, khamr, bangkai,
darah, perzinaan, kemaksiatan, perjudian, contohnya. Lebih mudahnya
sebagian produk barang dapat dirujuk pada sertifikasi halal dari
LP-POM MUI, meskipun produk yang belum disertifikasi halal juga belum
tentu haram tergantung pada kandungannya.

Perusahaan yang menjalankan bisnisnya dengan sistem MLM tidak hanya
sekedar menjalankan penjualan produk barang. Melainkan juga, produk
jasa. Yaitu, jasa marketing yang berlevel-level (bertingkat-tingkat)
dengan imbalan berupa marketing fee, bonus dan sebagainya tergantung
level, prestasi penjualan dan status keanggotaan distributor. Jasa
perantara penjualan ini (makelar) dalam terminologi fikih disebut
“Samsarah/simsar”. Maksudnya, perantara perdagangan (orang yang
menjualkan barang atau mencarikan pembeli) atau perantara antara
penjual dan pembeli untuk memudahkan jual beli. (Sayyid Sabiq, Fiqh
As-Sunnah, vol. III/159)

Kemunculan trend MLM memang sangat menguntungkan pengusaha. Terutama,
pada penghematan biaya (minimizing cots) iklan, promosi dan lainnya.
Di samping menguntungkan para distributor sebagai simsar
(makelar/broker/mitrakerja/agen/distributor) yang ingin bekerja secara
mandiri dan bebas.

Pekerjaan samsarah/simsar berupa makelar, distributor, agen dan
sebagainya, dalam fikih Islam termasuk akad ijarah. Yaitu, transaksi
memanfaatkan jasa orang dengan imbalan. Pada dasarnya, para ulama
seperti Ibnu ‘Abbas, Imam Bukhari, Ibnu Sirin, ‘Atha, Ibrahim,
memandang boleh jasa ini. (Fiqh As-Sunnah, III/159). Namun, untuk
sahnya pekerjaan makelar ini harus memenuhi beberapa syarat di samping
persyaratan di atas. Syarat-syarat tersebut antara lain: 1. Perjanjian
jelas kedua belah pihak (QS. An-Nisa: 29) 2. Obyek akad bisa diketahui
manfaatnya secara nyata dan dapat diserahkan. 3. Obyek akad bukan
hal-hal yang maksiat atau haram.

Distributor dan perusahaan harus jujur, ikhlas, transparan, tidak
menipu dan tidak menjalankan bisnis yang haram dan syubhat (yang tidak
jelas halal/haramnya). Distributor dalam hal ini berhak menerima
imbalan setelah berhasil memenuhi akadnya. Sedangkan pihak perusahaan
yang menggunakan jasa marketing harus segera memberikan imbalan para
distributor dan tidak boleh menghanguskan atau menghilangkannya (QS.
Al-A’raf: 85). Ini sesuai dengan hadits Nabi: “Berilah para pekerja
itu upahnya sebelum kering keringatnya.” (HR. Ibnu Majah, Abu Ya’la
dan Tabrani). Tiga orang yang menjadi musuh Rasulullah di hari kiamat
di antaranya, “Seseorang yang memakai jasa orang, kemudian menunaikan
tugas pekerjaannya tetapi orang itu tidak menepati pembayaran
upahnya.” (HR. Bukhari)

Jumlah upah atau imbalan jasa yang harus diberikan kepada makelar atau
distributor adalah menurut perjanjian, sesuai dengan firman Allah:
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad
(perjanjian-perjanjian) itu.” (QS. Al-Maidah:1) dan juga hadits Nabi:
“Orang-orang Islam itu terikat dengan perjanjian-perjanjian mereka.”
(HR.Ahmad, Abu Dawud, Hakim dari Abu Hurairah). Bila terdapat unsur
dzulm (kezaliman) dalam pemenuhan hak dan kewajiban, seperti seseorang
yang belum mendapatkan target dalam batas waktu tertentu maka ia tidak
mendapat imbalan yang sesuai dengan kerja yang telah ia lakukan, maka
bisnis MLM tersebut tidak benar.

Dalam menjalankan bisnis dengan sistem MLM, perlu mewaspadai dampak
negatif psikologis yang mungkin timbul sehingga membahayakan
keperibadian. Ini seperti dilansir Dewan Syari’ah Partai Keadilan
melalui fatwa No.02/K/DS-PK/VI/11419, di antaranya: obsesi yang
berlebihan untuk mencapai target penjualan tertentu karena terpacu
oleh sistem ini, suasana tidak kondusif yang kadang mengarah pada pola
hidup hedonis ketika mengadakan acara rapat dan pertemuan bisnis,
banyak yang keluar dari tugas dan pekerjaan tetapnya karena terobsesi
akan mendapat harta yang banyak dengan waktu singkat, sistem ini akan
memperlakukan seseorang (mitranya) berdasarkan target-target penjualan
kuantitatif material yang mereka capai yang pada akhirnya dapat
mengkondisikan seseorang berjiwa materialis dan melupakan tujuan
asasinya untuk dekat kepada Allah di dunia dan akhirat. (QS.
Al-Qashash: 77 dan Al-Muthaffifin: 26)

The Islamic Food and Nutrition of America (IFANCA) telah mengeluarkan
edaran tentang produk MLM halal dan dibenarkan oleh agama yang diteken
langsung oleh M. Munir Chaudry, Ph.D, selaku Presiden IFANCA. Dalam
edarannya, IFANCA mengingatkan umat Islam untuk meneliti dahulu
kehalalan suatu bisnis MLM sebelum bergabung ataupun menggunakannya.
Yaitu, dengan mengkaji aspek:

1. Marketing Plan-nya, apakah ada unsur skema piramida atau tidak.
Kalau ada unsur piramida yaitu distributor yang lebih duluan masuk
selalu diuntungkan dengan mengurangi hak distributor belakangan
sehingga merugikan down line di bawahnya, maka hukumnya haram.

2. Apakah perusahaan MLM, memiliki track record positif dan baik.
Ataukah tiba-tiba muncul dan misterius, apalagi yang banyak
kontroversinya.

3. Apakah produknya mengandung zat-zat haram ataukah tidak, dan
apakah produknya memiliki jaminan untuk dikembalikan atau tidak.

4. Apabila perusahaan lebih menekankan aspek targeting penghimpunan
dana dan menganggap bahwa produk tidak penting atau hanya sebagai
kedok, apalagi uang pendaftarannya cukup besar nilainya, maka patut
dicurigai sebagai arisan berantai (money game) yang menyerupai judi.

5. Apakah perusahaan MLM menjanjikan kaya mendadak tanpa bekerja
ataukah tidak demikian.

Selain kriteria penilaian di atas perlu diperhatikan pula hal-hal berikut:

1. Transparansi penjualan dan pembagian bonus serta komisi
penjualan, disamping pembukuan yang menyangkut perpajakan dan
perkembangan networking atau jaringan dan level, melalui laporan
otomatis secara periodik.

2. Penegasan motif dan tujuan bisnis MLM sebagai sarana penjualan
langsung produk barang ataupun jasa yang bermanfaat, dan bukan
permainan uang.

3. Meyakinkan kehalalan produk yang menjadi objek transaksi riil
(underlying transaction) dan tidak mendorong kepada kehidupan boros,
hedonis, dan membahayakan eksistensi produk muslim maupun lokal.

4. Tidak adanya excesive mark up (ghubn fakhisy) atas harga produk
yang dijualbelikan di atas covering biaya promosi dan marketing
konvensional.

5. Harga barang dan bonus (komisi) penjualan diketahui secara jelas
sejak awal dan dipastikan kebenarannya saat transaksi.

6. Tidak adanya eksploitasi pada jenjang manapun antar distributor
ataupun antara produsen dan distributor, terutama dalam pembagian
bonus yang merupakan cerminan hasil usaha masing-masing anggota.

Mengenai beberapa bisnis yang memakai sistem MLM atau hanya berkedok
MLM yang masih meragukan (syubhat) ataupun yang sudah jelas ketahuan
tidak sehatnya bisnis tersebut baik dari segi kehalalan produknya,
sistem marketing fee, legalitas formal, pertanggung jawaban, tidak
terbebasnya dari unsur-unsur haram seperti; riba (permainan bunga
ataupun penggandaan uang), dzulm dan ghoror (merugikan nasabah dengan
money game), maysir (perjudian), seperti kasus New Era 21, BMA, Solusi
Centre, PT BUS (Republika, 25/7/1999, Adil, No.42 21-27 Juli 1999)
sebaiknya ditinggalkan mengingat pesan Rasulullah saw: “Janganlah
kalian membuat bahaya pada diri sendiri dan orang lain.” (HR. Ibnu
Majah dan Daruquthni), “Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang
haram itu jelas dan di antara keduanya ada hal-hal yang syubhat di
mana sebagian besar manusia tidak tahu. Barangsiapa menjaga dari
syubhat maka telah menjaga agama dan kehormatannya dan barangsiapa
yang jatuh pada syubhat berarti telah jatuh pada yang haram.” (H.R.
Bukhari dan Muslim). Dan sebagaimana pesan Ali bin Abi Thalib ra,
“Tinggalkanlah sesuatu yang meragukan untuk melakukan pada sesuatu
yang tidak meragukan.” (H.R. Tirmidzi dan Nasai)

Dengan demikian, seluruh masyarakat, khususnya stakeholders, para
praktisi bisnis ini, para prospek dan pemerhati yang telah menyimak
presentasi sistem MLM perlu secara objektif, mandiri dan proaktif
mempelajari batasan-batasan umum syariah sebagai panduan dan dasar
penilaian kesesuaian ataupun pelanggaran syariah demi memastikan
kehalalan masing-masing perusahaan MLM sebagaimana dijelaskan di atas.

http://www.dakwatuna.com/2006/bisnis-dengan-sistem-mlm/
Selengkapnya...